Jumat, 13 April 2012


......Ia masih memandangi senja yang telah semburat ungu. Tersenyum masam pada rembulan yang sabit, yang sia-sia menciumi pucuk dahan dihamparan situ buleud. Ia seperti ingin mengejek rembulan itu, tapi keburu merasa ialah yang diejek rembulan itu. Sebab kunang-kunang yang bertebar bagai gumintang, dengan suara lirih mengatakan, “akan ada saatnya punya purnama. Akan ia miliki malam dan semestanya. Akan ia rengkuh kegelapan dalam peluk cium pendar putih lembar-lembar cahayanya. Tapi kau? Apa...”
Ia tak sampai selesai mendengar suara sang kekunang. Sebab ia keburu menukas dengan putus asa kehidupanya; “aku hanya orang tolol dan gila telah punya harapan sejauh itu!”
Malam akhirnya datang. Angin bekas sore meloncat-loncat di sela daun dan menyangkal, hingga akhirnya lenyapkan ruang asa.
Dan malam haripun berlalu dalam kehidapanya yang terus berjalan, sesaat setelah menghapus jejak harapanya yang telah pergi.
...................

Dalam kenangan... 7 April 2012

Jumat, 27 Agustus 2010

senyumu


Kali ini kusapa malam dengan segaris rindu..

Rindu ini yang masih seperti dulu..

Karena kali ini telah aku temukan dari senyumu yang tak punah..

Walau sedikit tak berkembang, tentu bukan karena gigimu yang tak sejajar..

Sekalipun pekatnya malam ini-pun, dan berdendangnya satwa malam yang bertabur...

Hingga kadang aku berpikir, seiring senyumu sirna tertelan malam yang berlalu..


Aku masih saja setia menunggu malam..

Sampai kutemui dan menuntunmu kembali..

Embun telah menunggumu dalam peraduan sepi ini..


Dan pada saat aku menyadari itu, betapa semua tinggalah cerita hari..

Karena kini aku tepasung pada pudarnya malam...

Menunggu senyumu di pelupuk lembahyung senja...


...........................................................wong solo, 28 Agustus 2010

Senin, 02 Agustus 2010

Mutiara hitam di sela nafasmu



Berhambur mutiara hitam..

Satu persatu tenggelam dalam telaga...

Petir menyambut, menjelma menjadi kawanan mengepung...

Ksatria tak berdaya..

Hingga beribu do’a mengiring, mengabarkan sebuah kematian...


Kini kawanan menjelma selayak seekor naga..

Begitu garang.. menghantam sudut nurani yang pernah terucap..

Menyatukan beribu pasukan asmara shinta, tapi entah..

Entahlah, saat itu aku memang terhanyut atas karangan bungamu..

Pesona yang belum sempat aku berpikir, untuk kapan harus berakhir..


Kulihat keterasingan menyelimuti, juga tentang mutiara-mutiara hinggap..

Kata-kata mengahambur diantara angin bersebrang, hilang dan terhanyut lenyap..

Hingga dengusan nafasmu mengantar luapan ombak..

Menghantam karang sukma..


Dan...

Mengakhiri segala keterasingan...

Aku berlabuh..



Wong solo..
Disela keterasingan-Mu

Jumat, 30 Juli 2010

Liarnya Waktu...


Kadang kuingin diantara keduanya…

Berbagi damai dan asa.

Tanpa sedikitpun gejolak ruang dan hiruk-pikuknya..

Tak ada derai..

Aku tau walau itu sedikit mendustai waktu, tapi tak apa..

Karena itu demi kebaikanmu..

walau di saat tersisa, engkau harus menyesal..

Ya…Andai saja itu bukanlah sebuah keniscayaan yang tak mungkin,

Tentu aku tak pernah menyesal harus menyapa hari bersamamu..

Dan lihat…

Waktu kini menari disela kehidupanya…

Mengepak tangan patahnya..

Hingga seperti ilalang yang terlepas di savana liar..

Diantara beribu awan yang tampak liku...

Kutangisi setiap depak kehidupan ini dengan langkah gontai..

Sambil kubertanya, masih adakah waktu tersisa..??

Dan untuk meninggalkan senyum disisimu…

Selasa, 24 November 2009

Sepi ini dan karenamu..

Sepi menyamar rindu.
Sunyi yang memecah sebuah noda.
Aku terpaku mengenang.
Dari keping sudutmu yang menepis mata hati.

Kini sendiri menuju savanna dan menerpa gejolak.
Menjawab segala lara dan iba… dan untuk kesekian kali.
Itu sepi..!! bukan..!! itu adalah sunyi..
Karena sunyi adalah bagianku yang sejak..
Setidaknya malam ini sudah cukup untuk dia berteriak.
Dia telah bersetubuh dengan waktu dan sekedar mengungkap sunyi.

Ya.. kedengaranya memang riuh,
Tapi bukan riuhmu..
Munngkinkah kau sedang menciptakan gendang bertalu?
Karena aku tau itu akan berakhir pada pertunjukan nanti.

Oh.. bukan!!!
Itu benar suaramu!! Aku mendengar ketika malam merayu.
Bukankah itu kau katakan saat sering kau jemput mimpi?
Ah..betapa bodohnya aku !! aku bahkan tak tau siapa pemilik suara indah itu..
Apakah aku adalah salah satu tokoh pewayangan dalam sandiwaramu..?
Maka aku akan sedang menjemput sepi ketika riuh tangan mereka bertemu.
Dan aku baru sadar, aku adalah tokoh arjuna pada saat itu.
Sang arjuna bukan pada saat setelah pertunjukan dan sandiwara berakir.

Karena aku hanya akan menjadi lorong waktu dan kekosonganmu…
Penawar sepi dan penghuni negeri seribu malam..
Tak ada bintang, bahkan bulan untuk sekedar berkedip..

syair terlarang...

Rona hijau telah mengembang..
Seolah memanja para pelangi yang merindu..
Mungkin itu adalah negri mimpi yang dulu pernah…
Ketika itu suaramu memecah para penghuni hati..
Hingga mereka merunduk untuk sebuah maknamu..
Maka hamparan langitpun seiring memuja..
Engkau begitu hadir…
Menawar pesona yang dulu mengisi..

Dan tentang negeri mimpi itu, menggerlap dan menyelimuti keranda sepi kini..
Seiring pernah kau tanyakan padaku ”mengapa tempat itu begitu indah..?”
Dan seiring itu pula aku tak mampu menjawabnya..
Bahkan aku tak berani menghayalnya, walau kendati..
Aku ingin mengahdirkanya untukmu, namun aku takut itu tak terjadi..
.........ataupun tak pantas..
Dan mungkin telah terlarang…

kisah terlarang-agust '09

..bukan senyum untukku...

Malam itu, dan sebuah bayang.
Menawar rindu yang pernah hanyut.
Kudengar lirihnya diujung hening.
Mengalun sepi, merayu nada sumbang.
Sampai kuingat tentang tawamu, dan sepenggal bisikmu.
Nada indah itu mengalir dan mengisi.
Walau aku tau itu nada yang sama nan serupa.
Aku coba untuk mengerti,,, kadang memahami…
Sekalipun harus mengemis pada dinginya malam.
Karena saat mata ini terjaga, ketika harus kubawa sia..

Dan itu bukan sekedar membunuh sepi..
Atau untuk menawan kekosongan..

Karena diujung hari, dan disela senyumu,
………………………….kau titipkan senyum yang bukan untukku…



...bungaku hilang...

=====kisah terlarang-Agust ‘09